peristiwa gaib menjelang pemakaman amrozi cs

Suasana menjelang pemakaman Amrozi Cs menyiratkan sejumlah hal gaib. Jenazah Imam Samudra mengeluarkan bau wangi semerbak saat ingin dikeluarkan dari peti mati di Polda Banten.

Lulu Jamaluddin di rumah duka, Lopang Gede, Serang, Minggu (09/11), mengatakan, "Ya Allah, jenazah kakak wangi sekali waktu dikeluarkan dari peti. Seperti minyak wangi yang sering dipakainya,".

Peristiwa bau wangi tersebut juga terjadi pada jenazah Al Ghozi, tersangka dengan tuduhan sebagai teroris yang meninggal dunia ditembak polisi Filipina, demikian kesaksian dari seorang kerabatnya tidak diketahui namanya itu. "Jenazah Al Ghozi begitu wangi, ini menunjukkan almarhum mati syahid," katanya.

Keyakinan yang sama juga datang dari Lulu, adik kandung Imam Samudra. Dia mengatakan, "Kakak saya ya pasti mendapatkan tempat yang layak di surga seperti yang dicita-citakannya.".

Wangi yang timbul dari jenazah Imam Samudra ini adalah wangi parfum yang biasa digunakan almarhum semasa hidup, bukan wangi kapur barus yang biasa digunakan bersama kain kafan.

Kejadian aneh juga terjadi di Desa Tenggulun, Lamongan, Jawa Timur, Minggu (09/11) yaitu sekitar satu jam sebelum kedatangan jenazah, muncul tiga burung belibis hitam mengitari rumah Amrozi. Kontan hal ini membuat warga yang memadati area sekitar rumah Hj.Tariyem takjub. H.Ahmad mengungkapkan, "Ini tanda jenazah mereka langsung bertemu dengan Allah. Burung itu bidadari yang menjemput,".



Kehadiran tiga burung tersebut membuat massa kafilah Syuhada serentak mengucapkan kalimat takbir berkali-kali. Mereka yakin ketiga jenazah akan masuk surga.

Sesuai permintaan, eksekusi Amrozi Cs berlangsung tanpa penutup wajah. Tak ada rasa takut yang hinggap di diri mereka. Hal ini terlihat pada wajah Imam Samudra yang tersenyum dalam damai seperti sedang tidur saja.
Lulu pun mengatakan, "Wajah kakak ganteng banget, senyum, bersih, gemuk. Subhanallah. Saya senang melihat ini dan tidak percaya. Kalau dulu saya sering nonton ini di TV tapi sekarang ini saya alami sendiri,".



Dari Ibnu Mas’ud ra, bahwa muridnya bertanya tentang tafsir ayat, “Jangan kalian mengira bahwa orang terbunuh di jalan Allah itu mati. Namun mereka tetap hidup di sisi Tuhan mereka dan berlimpah rizqi...” (QS Ali imran:169). Lalu Ibnu Mas’ud menjawab, bahwa Rasulullah saw telah bersabda, “Ruh-ruh para syuhada berada dalam perut-perut burung hijau, yang memiliki sarang bergelantungan di bawah Arsy. Mereka berputar-putar di dalam surga sekehendak burung-burung tersebut, lalu kembali sarangnya. Lantas Rabb mereka (Allah SWT) melihat sembari bertanya, ‘Adakah kalian menginginkan sesuatu (nikmat lain)?’, mereka menjawab, “Apalagi yang kami inginkan, sedang kami bebas berkeliling di dalam surga.’ Lalu Allah SWT mengulanginya tiga kali, dan mereka pun menjawab dengan jawaban serupa. Dan ketika mereka putus asa untuk lepas dari pertanyaan Allah, maka mereka menjawab, ‘Wahai Tuhan kami, kami ingin agar Engkau berkenan mengembalikan arwah kami dalam jasad kami, agar kami terbunuh di jalan-Mu sekali lagi.’ Saat Allah tidak mendapati dari mereka sesuatu yang dibutuhkan, maka Ia membiarkan mereka.” (HR Muslim).

Ustadz Hasyim Abdullah, sosok yang menemani ketiga terpidana bom mati sejak awal hingga eksekusi. Inilah ceritanya tentang burung dan awan yang muncul pada saat pemakaman Ustadz Mukhlas dan Amrozi: “Di Lamongan, sepanjang jalan menuju lokasi polisi berjejer. Makanya tamu dan pelayat banyak yang jalan kaki. Mobil diparkir sekitar 3-5 kilometer dari rumah. Semua jalan masuk lokasi dari tiga arah ditutup. Memang ada kejadian yang saya anggap luar biasa terjadi. Jadi sebelum jenazah tiba, ada sekitar 15 menit udara yang semula panas sekali, tiba-tiba menjadi sejuk. Tapi tidak mendung.

Tiba-tiba ada burung, bukan burung elang atau burung gagak. Saya tidak tahu persis burung apa itu, yang jelas sayapnya panjang, warnanya hitam. Mulanya ada dua, beterbangan mengelilingi rumah Ibu Tariyem, ibu Ustadz Mukhlas dan Amrozi. Tak lama kemudian datang lagi seekor, ikut berputar mengelilingi rumah itu kurang lebih 15 menit lamanya. Jenazah belum datang. Suasana menjadi ramai oleh suara orang bertakbir. Sampai-sampai wartawan tidak mengerti. “Ada apa ini?” tanya mereka.

Kalau saya sudah paham, dalam hadits kan ada, bahwa orang yang syahid itu ruhnya ada di kepompong burung. Saya ikut bertakbir, air mata saya menetes tak tertahankan. Tiba-tiba burung itu hilang terbang ke atas. Tidak lama kemudian jenazah datang. Setelah burung itu hilang udara kembali panas. Nah, begitu jenazah sampai, udara sejuk kembali sampai akhirnya turun hujan. Namun tidak besar. Itu terjadi kurang lebih sekitar jam 11.00.

Lalu persis di atas rumah ibunya Ustadz Amrozi itu juga ada awan. Hujan rintik-rintik meski langit terlihat terang. Kemudian muncul awan Membentuk lafadz Allah, saya melihat sekilas. Karena di depan rumahnya ada tenda, saya buka, posisi saya di depan pintu rumah. Masyarakat banyak yang menyaksikan. Hanya penampakan lafadz Allah ini tidak lama, cuma sebentar saja. Yang lama terlihat adalah burung-burung itu. Orang-orang mengatakan tidak ada burung seperti itu di sini. Warnanya memang hitam seperti gagak, tapi sayapnya panjang. Makanya orang-orang pada bingung. Saya kan tidak percaya takhayul. Saat itu saya melihatnya sebagai kekuasaan Allah.



Untuk mencapai rumah Amrozi memang agak sulit. Bukan hanya karena jalannya yang kecil, tapi terjadi rebutan antara laskar dan polisi. Polisi tidak bisa masuk. Akhirnya ambulance berjalan diiringi oleh laskar. Ustadz Dipo, salah satu tokoh di situ sebagai juru bicara keluarga, mengarahkan jalannya acara. Itu pun terjadi tarik ulur dengan polisi, apakah jenazah boleh dibuka atau tidak. Namun, akhirnya jenazah boleh dibuka. Setelah keranda masuk rumah, hanya beberapa orang saja yang boleh masuk dan melihat jenazah. Bupati Lamongan dan Kapolres, termasuk orang yang dapat melihat jenazah.

Kain kafannya dibuka sebatas wajahnya saja. Saya berkesempatan ikut menyaksikan. Saya lihat muka Ustadz Mukhlas dan Amrozi tersenyum, putih bersih. Tercium bau harum dan wangi. Sebelumnya, ketika saya menemui keluarga Amrozi tapi tidak ada bau apa-apa. Baunya seperti bunga melati. Bahkan sempat ada yang bertanya ke Ali Fauzi, adiknya Amrozi, “Ketika dimandikan apakah jenazah diberi parfum?”

Ali Fauzi menjawab, “Tidak!” Dia hanya membawa kain kafan dan kapas ke Nusakambangan dan memandikan ketiga jenazah. Kita juga kan tahu kalau wewangian itu tidak boleh untuk jenazah. Tapi itu wanginya benar-benar beda. Saya sendiri sempat menitikkan air mata karena nggak tahan. Waktu shalat jenazah, bau wangi itu masih tercium. Shalat pertama dilakukan di masjid dekat rumah Ibu Tariyem. Banyak yang menyalati, sampai tak terhitung. Malahan antri.

Ketika jenazah dibawa ke Pesantren Al-Islam dari masjid, saya berkesempatan naik ambulan yang membawa jenazah Ustadz Mukhlas. Saya di dalamnya bersama Zaid, putra Ustadz Mukhlas. Di dalam ambulan saya masih mencium bau harum. Saya kembali nangis di situ.


Kemudian ketika jenazah akan dibawa dari pesantren menuju tempat pemakaman, saya berkesempatan ikut dalam ambulan yang membawa Ustadz Amrozi. Saya duduk dengan Mahendra, putranya Ustadz Amrozi. Di situ juga tercium bau harum. Sampai ke tempat pemakaman. Begitu tiba di kuburan, jenazah Amrozi diturunkan ke liang lahat, udara mendung dan hujan rintik-rintik turun. Semua orang bertakbir, “Allahu Akbar! Allahu Akbar!”

0 komentar:



Posting Komentar